Wednesday, December 3, 2008


Menghias Hati Dengan Menangis

www.iluvislam. com
everlasting
Editor: deynarashid



“Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, nescaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Bukhari dan Muslim)

Indahnya hidup dengan celupan iman. Saat itulah terasa bahwa dunia bukan segala-galanya. Ada yang jauh lebih besar dari yang ada di depan mata. Semuanya teramat kecil dibanding dengan balasan dan siksa Allah swt.


Menyadari bahwa dosa diri tak akan terpikul di pundak orang lain

Siapa pun kita, jangan pernah berpikir bahwa dosa-dosa yang telah dilakukan akan terpikul di pundak orang lain. Siapa pun. Pemimpinkah, tokoh yang punya banyak pengikutkah, orang kayakah. Semua kebaikan dan keburukan akan kembali ke pelakunya.

Maha Benar Allah dengan firman-Nya dalam surah Al-An’am ayat 164. “…Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan- Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”

Lalu, pernahkah kita menghitung-hitung dosa yang telah kita lakukan. Seberapa banyak dan besar dosa-dosa itu. Jangan-jangan, hitungannya tak beda dengan jumlah nikmat Allah yang kita terima. Atau bahkan, jauh lebih banyak lagi. Masihkah kita merasa aman dengan mutu diri seperti itu. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun mampu menjamin bahwa esok kita belum berpisah dengan dunia. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun bisa yakin bahwa esok ia masih bisa beramal. Belumkah tersadar kalau kelak masing-masing kita sibuk mempertanggungjawab kan apa yang telah kita lakukan.

Menyadari bahwa diri teramat hina di hadapan Yang Maha Agung

Di antara keindahan iman adalah anugerah pemahaman bahwa kita begitu hina di hadapan Allah swt. Saat itulah, seorang hamba menemukan jati diri yang sebenarnya. Ia datang ke dunia ini tanpa membawa apa-apa. Dan akan kembali dengan selembar kain putih. Itu pun karena jasa baik orang lain. Apa yang kita dapatkan pun tak lebih dari anugerah Allah yang tersalur lewat lingkungan.

Kita pandai karena orang tua menyekolah kita. Seperi itulah sunnatullah yang menjadi kelaziman bagi setiap orang tua. Kekayaan yang kita peroleh bisa berasal dari warisan orang tua atau karena berkah lingkungan yang lagi-lagi Allah titipkan buat kita. Kita begitu faqir di hadapan Allah swt. Seperti itulah Allah nyatakan dalam surah Faathir ayat 15 sampai 17, “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.”

Menyadari bahwa syurga tak akan termasuki hanya dengan amal yang sedikit

Mungkin, pernah terangan-angan dalam benak kita bahwa sudah menjadi kemestian kalau Allah swt. akan memasukkan kita kedalam syurga. Fikiran itu mengalir lantaran merasa diri telah begitu banyak beramal. Siang malam, tak henti-hentinya kita menunaikan ibadah. “Pasti, pasti saya akan masuk syurga,” begitulah keyakinan diri itu muncul karena melihat amal diri sudah lebih dari cukup.

Namun, ketika perbandingan nilai dilayangkan jauh ke generasi sahabat Rasul, kita akan melihat pemandangan lain. Bahawa, para generasi sekaliber sahabat pun tidak pernah aman kalau mereka pasti masuk syurga. Dan seperti itulah dasar pijakan mereka ketika ada order-order baru yang diperintahkan Rasulullah.

Begitulah ketika turun perintah hijrah. Mereka menatap segala bayang-bayang suram soal sanak keluarga yang ditinggal, harta yang pasti akan disita, dengan satu harapan: Allah pasti akan memberikan balasan yang terbaik. Dan itu adalah pilihan yang tak boleh disia-siakan. Begitu pun ketika secara tidak disengaja, Allah mempertemukan mereka dengan pasukan yang tiga kali lebih banyak dalam daerah yang bernama Badar. Dan taruhan saat itu bukan hal nyawa. Lagi-lagi, semua itu mereka tempuh demi menyongsong investasi besar, meraih syurga.

Begitulah Allah menggambarkan mereka dalam surah Al-baqarah ayat 214. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

Menyadari bahwa azab Allah teramat pedih

Apa yang bisa kita bayangkan ketika suatu ketika semua manusia berkumpul dalam tempat luas yang tak seorang pun punya hak istimewa kecuali dengan izin Allah. Jangankan hak istimewa, pakaian pun tak ada. Yang jelas dalam benak manusia saat itu cuma pada dua pilihan: syurga atau neraka. Di dua tempat itulah pilihan akhir nasib seorang anak manusia.

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. 80: 34-37)

Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian di dunia cuma sekali. Sementara, di neraka orang tidak pernah mati. Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya. Seperti apa siksa neraka, Rasulullah saw pernah menggambarkan sebuah contoh siksa yang paling ringan.

“Sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah kedua tumitnya diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Sedangkan ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada itu, padahal itu adalah siksaan yang paling ringan bagi penghuni neraka.” (Bukhari dan Muslim)

Belum saatnyakah kita menangis di hadapan Allah. Atau jangan-jangan, hati kita sudah teramat keras untuk tersentuh dengan kekuasaan Allah yang teramat jelas di hadapan kita. Imam Ghazali pernah memberi nasihat:


menangislah. ..ketika nikmat itu masih ada pada kita...segalanya milik Allah Yang Maha Kaya

syukran

Wednesday, November 26, 2008

SOAL-JAWAB AQIDAH AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH

SOAL-JAWAB AQIDAH AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH


Oleh: ( Abu Syafiq Al-Asy’ary )[1]

( 012-2850578 )


SOAL-JAWAB

AQIDAH AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH

Alhamdulillah, segala puji-pujian bagi Allah Tuhan sekalian alam, Dia-lah yang mencipta ‘arasy,

langit dan bumi, Dia-lah jua Pencipta tempat, wujud-Nya tanpa memerlukan tempat. Selawat

dan salam ke atas junjungan besar kita Nabi Muhammad, ahli keluarga dan para sahabat

Baginda.


1- Apa itu aqidah dan kaitannya dengan amalan kita ?

Aqidah membawa erti pegangan dan kepercayaan seseorang. Pegangan dan kepercayaan ini pula terbahagi kepada dua iaitu benar atau salah.


Aqidah yang benar merupakan kunci kepada segala penerimaan ibadah.


Tanpa aqidah yang benar Allah tidak akan menerima segala amalan salih. Sekiranya aqidah seseorang itu salah maka yang akan dicatit hanyalah amalan keburukan maka akan hanya dibalas dengan keburukan.

Justeru itu, perkara yang berkaitan dengan aqidah tidak harus dijadikan gurauan senda atau diremeh-remehkan. Hubungan aqidah dan amalan salih ini berdalilkan firman Allah yang bermaksud:

“Dan barangsiapa melakukan amalan salih dari kalangan lelaki ataupun wanita

dalam ia beriman (beraqidah dengan aqidah yang betul) maka merekalah yang

akan dimasukkan ke dalam syurga dan tidak akan dizalimi walaupun sedikit”.

(Al-Nisa’ ayat 124)

Ayat tersebut jelas menerangkan bahawa apa sahaja amalan salih yang dilakukan orang

lelaki mahupun perempuan, imanlah syarat utama penerimaannya dari Allah. Begitu juga

kenyataan dari hadith Nabi yang bermaksud:

“Semulia-mulia amalan adalan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya

(beraqidah dengan aqidah yang betul)”.

(Sahih al-Bukhariyy)

Ini menandakan bahawa aqidah merupakan sesuatu yang teramat penting dan perlu diutamakan dari masalah-masalah yang lain.


2- Apakah aqidah Ahli Sunnah Wal Jama’ah ?

Pertamanya perlu diketahui bahawa kesemua aqidah Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah berlandaskan al-Qur’an, al-Hadith serta ijma‘ ulama. Aqidah Ahli Sunnah menyifatkan Allah dengan sifat-sifat yang telah dinyatakan oleh Allah Ta‘ala sendiri di dalam al-Qur’an dan apa yang telah dinyatakan oleh Rasulullah di dalam hadith Baginda tanpa mereka menyandarkan sifat tasybih atau tajsim bagi Allah, mereka juga menafikan dan menolak bagi Allah itu bersifat duduk, bertempat, berkaki, berbetis, zat yang turun naik dari langit ke bumi, berada di atas langit, berada di atas ‘arasy, dan sebagainya dari sifat yang tidak layak bagi Tuhan yang mencipta segala makhluk-Nya.


Ini semua berdasarkan firman Allah di dalam Surah

al-Syura ayat 11 yang bermaksud:

“Tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya”.

Aqidah Ahli Sunnah juga mepercayai bahawa Wujud-Nya Allah tanpa diliputi tempat berdalilkan juga dari sabda Nabi Muhammad yang bermaksud:

“Allah telah sedia wujud (azali) dan tiada sesuatupun selain Allah itu azali”.

(Riwayat al-Bukhariyy dalam Sahih al-Bukhariyy)

Hadith Nabi tersebut menunjukkan bahawa Allah sahaja yang wujudnya azali manakala tempat, ‘arasy, langit, dan selainnya bukan azali.

Perkara tersebut wajib diimani berdasarkan juga Ijma‘ para ulama yang telah pun dinukilkan oleh Imam ‘Abd al-Qahir bin Tahir al-Baghdadiyy dalam kitab al-Farq Bayna al-Firaq halaman 333 cetakan Dar al-Ma‘rifah jelas menunjukkan kewujudan Allah bukanlah berada di atas ‘arasy, akan tetapi Allah wujud tanpa diliputi oleh tempat:

“Dan telah disepakati dan di-ijma‘-kan bahawa Allah tidak diliputi tempat”.


3- Siapakah Ahli Sunnah Wal Jama’ah ?

Pada dasarnya, Ahli Sunnah Wal Jama’ah adalah mereka yang berpegang dengan aqidah yang dibawa oleh Nabi Muhammad secara fahaman yang betul dan tidak berpegang kepada zahir nas al-Mutasyabihat. Kelompok ulama yang membawa ilmu aqidah Al-Asya’irah merupakan ِulama Ahli Sunnah Wal Jama’ah pada zaman kini seperti Imam Nawawi, Imam Ibnu Hajar al-Asqolaniyy dan puluhan ribu lagi ulama Islam yang menyebarkan ilmu tauhid Al-Asya’irah.

Begitu juga Al-Maturidiyyah merupakan Ahli Sunnah Wal Jama’ah zaman kini seperti pengikut mazhab Imam Abu Hanifah. Rujuk Ithaf as-Saadah al-Muttaqin Bi Syrhi Ehya ‘Ulumiddin oleh Imam Az-Zabidy.


4- Apa itu ulama As-Salaf & Apa aqidah mereka ?

Ulama As-Salaf pada dasarnya merupakan ulama Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan mereka adalah ulama yang pernah melalui kehidupannya pada era 300 Hijriyyah pertama.


Kesemua ulama Salaf berpegang dengan aqidah bahawa: -

Allah adalah Tuhan sekalian alam yang mencipta setiap sesuatu, wujud-Nya tanpa permulaan dan tanpa pengakhiran, Maha Suci Allah dari dilingkungi dan diliputi oleh tempat, bahkan wujud-Nya tanpa berada di sesuatu tempat, bukan di langit wujud-Nya bukan di bumi pula tempat-Nya. Allahlah Pencipta ‘arasy, diciptakannya untuk menunjukkan kekuasaan-Nya, bukan pula ianya dijadikan tempat bagi zat Allah. Kerana Dia Pencipta tempat maka Dia tidak memerlukan tempat.


5- Buktikan bahawa aqidah ulama As-Salaf adalah “Allah Wujud Tanpa Bertempat” ?

Di sini akan dibawa sebahagian sahaja kenyataan dari para ulama As-Salaf termasuk para sahabat Nabi sebagai bukti menunjukkan bahawa aqidah ulama Salaf antaranya adalah

Allah wujud tanpa tempat:

i. Seorang sahabat Nabi yang terkenal dengan keilmuan beliau pernah dipuji oleh Rasulullah iaitu Imam Sayyidina ‘Ali karramallahu wajhah wafat pada 40 Hijriyyah pernah berkata yang bermakna:

“Sesungguhnya Allah telah wujud tanpa tempat,

maka Dia sekarang tetap sedia wujud tanpa tempat”.

Kenyataan tersebut dinyatakan dalam kitab karangan Imam Abu Mansur al-Baghdadiyy dalam kitab beliau yang masyhur al-Farq Bayna al-Firaq pada halaman 256 cetakan Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Ini memberi erti bahawa di antara aqidah para sahabat serta ulama Salaf adalah ‘Allah wujud tanpa bertempat’ iaitu tidak dilingkungi oleh sesuatu tempat mahupun semua tempat. Dalam halaman kitab yang sama juga dinukilkan kenyataan Imam ‘Ali yang bermaksud:

“Sesungguhnya Allah mencipta ‘arasy adalah untuk menzahirkankekuasaan-Nya dan

bukanlah untuk dijadikan tempat bagi zat-Nya”.

ii. Imam al-Syafi‘iyy rahimahullah yang wafat pada 204 Hijriyyah pernah berkata:

“Dalil bahawa Allah wujud tanpa tempat adalah Allah Ta’ala telah wujud

dan tempat pula belum wujud, kemudian Allah mencipta tempat dan

Allah tetap pada sifat-Nya yang azali sebelum terciptanya tempat, maka

tidak harus berlaku perubahan pada zat-Nya dan begitu juga tiada

pertukaran pada sifat-Nya”.

Kenyataan Imam al-Syafi‘iyy tadi dinyatakan oleh Imam al-Hafiz Murtadha az-Zabidyy di dalam kitab beliau berjudul Ithaf al-Sadah al-Muttaqin juzuk kedua, mukasurat 36 Dar al-Kutub al ‘Ilmiyyah.

iii. Imam yang terkenal dengan karangan kitab aqidah beliau berjudul ‘Aqidah al-Tahawiyyah bernama Imam al-Hafiz Ahmad bin Salamah Abu Ja‘far al-Tahawiyy wafat pada 321 Hijriyyah (merupakan ulama Salaf) telah menyatakan dalam kitab beliau tersebut

pada halaman 15, cetakan Dar al-Yaqin yang bermaksud:

“Allah tidak berada (tidak diliputi) pada enam penjuru (atas, bawah,

kanan, kiri, depan, belakang) seperti sekalian makhluk”.


6- Apakah pegangan ulama As-Salaf pada ayat dan hadith al-Mutasyabihat pula ?

Pegangan ulama Salaf pada ayat dan hadith al-Mutasyabihat mengenai sifat Allah Ta‘ala

adalah didapati kebanyakan ulama As-Salaf memilih jalan tidak mentakwilkan secara tafsiliyy (terperinci) ayat tersebut akan tetapi ditakwil secara ijmaliyy (menafikan makna zahirnya) dan diserahkan makna sebenar kepada Yang Maha Mengetahui tanpa berpegang dengan zahirnya, tanpa menyandarkan sifat tasybih, tajsim dan bertempat bagi zat Allah.

Akan tetapi wujud di kalangan ulama Salaf yang mentakwilkan secara tafsiliyy ayat

Al-Mutasyabihat seperti Imam al-Bukhariyy di dalam kitab beliau Sahih al-Bukhariyy

mentakwilkan firman Allah di dalam Surah al-Qasas ayat 88:

“Wajah-Nya” bererti kerajaan-Nya.


7- Bagaimana pula ulama Al-Khalaf, siapakah mereka dan apa pegangan mereka ?

Ulama Khalaf juga adalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan mereka dikategorikan sebagai ulama yang hidup selepas 300 Hijriyyah pertama.

Aqidah ulama Khalaf juga tidak terkeluar dari landasan al-Qur’an dan al-Hadith serta ijma‘ ulama.


Aqidah ulama Khalaf tidak sama sekali berlawanan dengan aqidah ulama Salaf, bahkan akidah ulama Salaf itu adalah aqidah ulama Khalaf, begitu jua sebaliknya.

Cuma pada segi penerangan mengenai perkara yang berkaitan dengan sifat Allah dan sandaran kepada Allah, ulama Khalaf telah memilih cara penerangan yang lebih terperinci bagi mengelakkan anggapan yang bersifat tasybih atau tajsim pada sifat Allah.

Contohnya ramai di kalangan ulama Khalaf mentakwilkan secara tafsiliyy (terperinci) sifat-sifat Allah yang tertentu kepada makna yang selari dengan bahasa Arab dan layak bagi Allah serta mudah difahami oleh orang awam dan penuntut ilmu bertujuan menjauhkan anggapan yang tidak benar pada sifat Allah.


Namun ada juga di kalangan ulama Khalaf yang tidak mentakwilkan secara terperinci.

8- Apakah bukti bahawa ulama Al-Khalaf beraqidah “Allah Wujud Tanpa Bertempat” ?

Di sini akan disebut sebahagian sahaja kenyataan para ulama Khalaf bahawa Allah

wujud tanpa memerlukan tempat:

i. Al-Hafiz Ibn Jawziyy al-Hanbaliyy rahimahullah wafat pada 597 Hijriyyah telah menyatakan di dalam kitab karangan beliau berjudul Daf’ Syubhah al-Tasybih mukasurat 189, cetakan Dar Imam al-Nawawiyy:

“Sesungguhnya telah sahih di sisi ulama Islam bahawa Allah Ta‘ala tidak

diliputi oleh langit, bumi dan tidak berada di setiap tempat”.

ii. Imam Hujjah al-Islam Abu Hamid al-Ghazaliyy yang wafat pada 505 Hijriyyah

menyatakan dalam kitab beliau yang masyhur berjudul Ihya’ ‘Ulum al-Din :

“Dan Allah juga tidak diliputi oleh tempat dan Allah tidak diliputi arahenam dan

Allah tidak pula dilingkungi oleh langit dan bumi.”

Rujuk kitab Ithaf al-Sadah al-Muttaqin Fi Syarh Ihya’ ‘Ulum al-Din, juzuk 2, mukasurat 36, cetakan Dar al-Kutub ‘Ilmiyyah, Beirut.

Maka ini bermakna antara aqidah ulama Khalaf adalah Allah wujud tanpa tempat.


9- Apa sebenarnya definisi Ta’wil ?

Ta’wil bererti menjauhkan makna dari segi zahirnya kepada makna yang lebih layak bagi Allah, ini kerana zahir makna nas al-Mutasyabihat tersebut mempunyai unsur jelas persamaan Allah dengan makhluk.


Ta’wilan pula ada dua,

Pertama: Ta’wilan Ijmaliyy iaitu ta’wilan yang dilakukan secara umum dengan menafikan makna zahir nas al-Mutasyabihat tanpa diperincikan maknanya sebagai contoh perkataan istawa dikatakan istawa yang layak bagi Allah dan waktu yang sama dinafikan zahir makna istawa kerana zahirnya bererti duduk dan bertempat, Allah mahasuci dari bersifat duduk dan bertempat.

Manakala kedua adalah: Ta’wilan Tafsiliyy iaitu ta’wilan yang menafikan makna zahir nas tersebut kemudian meletakkan makna yang layak bagi Allah seperti istawa bagi Allah bererti Maha Berkuasa kerana Allah sendiri sifatkan dirinya sebagai Maha Berkuasa.


10- Benarkah ulama As-Salaf tidak melakukan ta’wilan langsung ?

Demikian adalah tanggapan yang tidak langsung berunsurkan pengkajian yang sebenar kerana dari pentakwilan Imam al-Bukhariyy pada surah Al-Qosos ayat 88 dan takwilan beliau dalam Sahih al-Bukhariyy juga pada ayat 56, Surah Hud jelas menunjukkan beliau sebagai ulama Salaf telah mentakwilkan ayat al-Mutasyabihat mengenai sifat Allah. Imam Ibn Hajar al-‘Asqalaniyy di dalam Fath al-Bariyy Syarh Sahih al-Bukhariyy

pada menyatakan hadith al-dhahik (ketawa) berkata:

“Al-Bukhariyy telah mentakwilkan hadith al-dhahik (ketawa) dengan erti rahmat dan redha.”

Begitu juga Imam Ahmad bin Hanbal yang merupakan ulama Salaf telah mentakwilkan

ayat 22, Surah al-Fajr seperti yang diriwayatkan secara bersanad yang sahih oleh Imam

Bayhaqiyy dalam kitab Manaqib Ahmad dari Imam Ahmad mengenai firman Allah:

“Dan telah datang Tuhanmu”

ditakwilkan oleh Imam Ahmad dengan: Telah datang kekuasaan Tuhanmu.

Antara ulama As-Salaf yang mentakwilkan secara tafsiliyy iaitu terperinci pada ayat 5 dalam Surah Taha adalah Imam Salaf Abu ‘Abd al-Rahman ‘Abd Allah bin Yahya bin al-Mubarak wafat 237 Hijriyyah dalam kitab Gharib al-Qur’an Wa Tafsiruhu halaman 113, cetakan Mu’assasah al-Risalah, Beirut: Firman Allah:

“Al-Rahman di atas ‘arasy ber-istawa”, istawa di sini ertinya menguasai.

Maka natijahnya bahawa kedua-dua jalan pilihan ulama Salaf dan Khalaf adalah benar

dan tidak menyimpang kerana kedua-duanya mentakwilkan cuma bezanya kebanyakan Salaf

mentakwil secara ijmaliyy dan kebanyakan Khalaf pula mentakwil secara tafsiliyy.

http://abu-syafiq. blogspot. com/

Thursday, November 20, 2008

Siapakah???

Siapakah orang yang sibuk? Orang yang sibuk adalah orang yang tidak mengambil berat akan waktu solatnya seolah-olah ia mempunyai kerajaan seperti kerajaan Nabi Sulaiman a.s

Siapakah orang yang manis senyumanya?
Orang yang mempunyai senyuman yang manis adalah orang yang ditimpa musibah lalu dia kata "Inna lillahi wainna illaihi rajiuun." Lalu sambil
berkata,"Ya Rabbi Aku redha dengan ketentuanMu ini", sambil mengukir senyuman.


Siapakah orang yang kaya?
Orang yang kaya adalah orang yang bersyukur dengan apa yang ada dan tidak lupa akan kenikmatan dunia yang sementara ini.

Siapakah orang yang miskin?
Orang yang miskin adalah orang tidak puas dengan nikmat yang ada sentiasa menumpuk-numpukkan harta.

Siapakah orang yang rugi?
Orang yang rugi adalah orang yang sudah sampai usia pertengahan namun masih berat untuk melakukan ibadat dan amal-amal kebaikan.

Siapakah orang yang paling cantik?
Orang yang paling cantik adalah orang yang mempunyai akhlak yang baik.

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang paling luas?
Orang yang mempunyai rumah yang paling luas adalah orang yang mati membawa amal-amal kebaikan di mana kuburnya akan di perluaskan saujana mata memandang.

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang sempit lagi dihimpit?
Orang yang mempunyai rumah yang sempit adalah orang yang mati tidak membawa amal-amal kebaikkan lalu kuburnya menghimpitnya.

Siapakah orang yang mempunyai akal?
Orang yang mempunyai akal adalah orang-orang yang menghuni syurga kelak kerana telah mengunakan akal sewaktu di dunia untuk menghindari siksa neraka.

Sunday, November 9, 2008

Penghulu Istighfar




- Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah Tuhanku, tiada tuhan selain Engkau.
- Engkaulah yang mencipta segalanya dan aku adalah hamba abdiMu.
- Aku berada dalam perjanjian denganMu dan ikrar kepadaMu yang akan aku laksanakan dengan segala kemampuanku.
- Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari sebarang kejahatan yang telah aku lakukan.
- Aku akui dengan sebenar-benarnya segala nikmatMu ke atasku.
- Aku juga mengakui dosa-dosa terhadapMu. Maka ampunilah aku kerana sesungguhnya tiada yang boleh mengampunkan dosa-dosa (ini) kecuali Engkau, ya Allah.

Syaddad bin Aus r.‘a. meriwayatkan bahawa Nabi s.‘a.w. bersabda: “Penghulu istighfar ialah:“Allahumma anta rabbi…..” Sesiapa membacanya dengan yakin, pada waktu petang tiba-tiba ia mati pada malam itu, pasti ia masuk syurga. Sementara sesiapa membacanya dengan yakin pada waktu pagi, tiba- tiba ia mati pada hari itu, pasti ia masuk syurga.” (Riwayat al-Bukhari dan imam-imam hadis yang lain).

posted by jailurrashied at 11:16 | 1 comments

Monday, September 8, 2008

WALIMATULURUS..



Menundukkan Pandangan

Menundukkan PandanganPosted by .Karina on Aug 24, '08 4:45 AM for group islammenjawab
Category:Other

Menundukkan Pandangan

zwani.com myspace graphic comments
Myspace Islam Comments & Graphics




Fitnah An-Nazhar (bahaya pandangan) merupakan salah satu problematika terbesar yang menimpa kaum muslimin pada umumnya, kelompok pemuda pada khususnya dan lebih khusus lagi kepada mereka yang belum menikah. Sebuah fitnah yang mengepung kita pada berbagai situasi dan kondisi. Seperti di pasar, mall, rumah sakit, kampus, sekolah, bis kota, kereta api, pesawat terbang, bahkan pada tempat-tempat suci sekalipun.

Sejauh mata memandang bisa saja kita terjatuh pada maksiat pandangan ini. Karena fitnah an-nazhar tidak terbatas pada kondisi dadakan saja --misalnya seseorang berlalu di hadapan kita, secara tidak sengaja kita melihat aurat orang tersebut—boleh jadi lingkungan kita memang dipenuhi orang-orang yang secara sadar mempertontonkan auratnya. Kalau sudah begini maka naluri ke-dai-an kita harus bangkit untuk menyadarkan mereka yang terlanjur jatuh pada mepertontonkan aurat.

Bagi mereka yang keluar rumah, Islam memberikan sebuah ajaran indah untuk menundukkan pandangan. Bukan hanya bagi muslimah, tetapi juga bagi kaum lelaki. Maksudnya, melindungi pandangan mata agar terhindar dari obyek maksiyat dan segala sesuatu yang berdampak buruk. Sepintas ajaran ini nampak remeh, sepele, dan gampang. Tetapi ternyata tidak. Di balik itu tersimpan begitu besar hikmah, misalnya bisa menjadi barometer kondisi hati --yakni menyangkut kebersihan dan kekotorannya. Lebih jauh tentang manfaat menundukkan pandangan diuraikan di sini.

HUKUM MELIHAT AURAT
Bagi mereka yang keluar rumah, Islam memberikan sebuah ajaran bagus untuk menundukkan pandangan. Bukan hanya bagi muslimah, tetapi juga bagi kaum lelaki. Maksudnya, melindungi pandangan mata agar terhindar dari obyek maksiyat dan segala sesuatu yang berdampak buruk. Sepintas ajaran ini nampak remeh, sepele, dan gampang. Tetapi ternyata tidak. Di balik itu tersimpan begitu besar hikmah, misalnya bisa menjadi barometer kondisi hati --yakni menyangkut kebersihan dan kekotorannya. Lebih jauh tentang manfaat menundukkan pandangan diuraikan di sini.

Di antara yang harus ditundukkannya pandangan, ialah kepada aurat. Karena Rasulullah s.a.w. telah melarangnya sekalipun antara laki-laki dengan laki-laki atau antara perempuan dengan perempuan baik dengan syahwat ataupun tidak.

Sabda Rasulullah s.a.w.: "Seseorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu juga perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan tidak boleh seorang laki-laki bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu juga perempuan dengan perempuan lain bercampur dalam satu pakaian." (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Aurat laki-laki yang tidak boleh dilihat oleh laki-laki lain atau aurat perempuan yang tidak boleh dilihat oleh perempuan lain, yaitu antara pusar dan lutut, sebagaimana yang diterangkan dalam Hadis Nabi. Tetapi sementara ulama, seperti Ibnu Hazm dan sebagian ulama Maliki berpendapat, bahwa paha itu bukan aurat.

Sedang aurat perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki lain ialah seluruh badannya kecuali muka dan dua tapak tangan. Adapun yang dalam hubungannya dengan mahramnya seperti ayah dan saudara, maka seperti apa yang akan diterangkan dalam Hadis yang membicarakan masalah menampakkan perhiasan. Ada yang tidak boleh dilihat, tidak juga boleh disentuh, baik dengan anggota-anggota badan yang lain.

Semua aurat yang haram dilihat seperti yang kami sebutkan di atas, baik dilihat ataupun disentuh, adalah dengan syarat dalam keadaan normal (tidak terpaksa dan tidak memerlukan). Tetapi jika dalam keadaan terpaksa seperti untuk mengobati, maka haram tersebut bisa hilang. Tetapi bolehnya melihat itu dengan syarat tidak akan menimbulkan fitnah dan tidak ada syahwat. Kalau ada fitnah atau syahwat, maka kebolehan tersebut bisa hilang juga justru untuk menutup pintu bahaya.

BATAS DIBOLEHKANNYA MELIHAT AURAT LAKI-LAKI ATAU PEREMPUAN

Dan keterangan yang kami sebutkan di atas, jelas bahwa perempuan melihat laki-laki tidak pada auratnya, yaitu di bagian atas pusar dan di bawah lutut, hukumnya mubah, selama tidak diikuti dengan syahwat atau tidak dikawatirkan akan menimbulkan fitnah. Sebab Rasulullah sendiri pernah memberikan izin kepada Aisyah untuk menyaksikan orang-orang Habasyi yang sedang mengadakan permainan di masjid Madinah sampai lama sekali sehingga dia bosan dan pergi.

Yang seperti ini ialah seorang laki-laki melihat perempuan tidak kepada auratnya, yaitu di bagian muka dan dua tapak tangan, hukumnya mubah selama tidak diikuti dengan syahwat atau tidak dikawatirkan menimbulkan fitnah.

Aisyah meriwayatkan, bahwa saudaranya yaitu Asma' binti Abubakar pernah masuk di rumah Nabi dengan berpakaian jarang sehingga tampak kulitnya. Kemudian beliau berpaling dan mengatakan: "Hai Asma'! Sesungguhnya seorang perempuan apabila sudah datang waktu haidh, tidak patut diperlihatkan tubuhnya itu, melainkan ini dan ini -- sambil ia menunjuk muka dan dua tapak tangannya." (Riwayat Abu Daud)

Dalam hadis ini ada kelemahan, tetapi diperkuat dengan hadis-hadis lain yang membolehkan melihat muka dan dua tapak tangan ketika diyakinkan tidak akan membawa fitnah. Ringkasnya, bahwa melihat biasa bukan kepada aurat baik terhadap laki-laki atau perempuan, selama tidak berulang dan menjurus yang pada umumnya untuk kemesraan dan tidak membawa fitnah, hukumnya tetap halal.

Salah satu kelapangan Islam, yaitu: Dia membolehkan melihat yang sifatnya mendadak pada bagian yang seharusnya tidak boleh, seperti tersebut dalam riwayat di bawah ini: "Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah s.a. w. tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab Nabi: Palingkanlah pandanganmu itu!" (Riwayat Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tarmizi) -- yakni: Jangan kamu ulangi melihat untuk kedua kalinya.

PERHIASAN PEREMPUAN YANG BOLEH TAMPAK DAN YANG TIDAK BOLEH

Ini ada hubungannya dengan masalah menundukkan pandangan yang oleh dua ayat di surah an-Nur 30-31, Allah perintahkan kepada laki-laki dan perempuan. Adapun yang khusus buat orang perempuan dalam ayat kedua (ayat 31) yaitu:

a. Firman Allah: "Janganlah orang-orang perempuan menampakkan perhiasannya, melainkan apa yang biasa tampak daripadanya."

Yang dimaksud perhiasan perempuan, yaitu apa saja yang dipakai berhias dan untuk mempercantik tubuh, baik berbentuk ciptaan asli seperti wajah, rambut dan potongan tubuh, ataupun buatan seperti pakaian, perhiasan, make-up dan sebagainya.

Dalam ayat di atas Allah memerintahkan kepada para perempuan supaya menyembunyikan perhiasan tersebut dan melarang untuk dinampak-nampakkan. Allah tidak memberikan pengecualian, melainkan apa yang bisa tampak. Oleh karena itu para ulama kemudian berbeda pendapat tentang arti apa yang biasa tampak itu dan ukurannya. Apakah artinya: apa yang tampak karena terpaksa tanpa disengaja, misalnya terbuka karena ditiup angin; ataukah apa yang biasa tampak dan memang dia itu asalnya tampak?

Kebanyakan ulama salaf berpendapat menurut arti kedua, Misalnya Ibnu Abbas, ia berkata dalam menafsirkan apa yang tampak itu ialah: celak dan cincin. Yang berpendapat seperti ini ialah sahabat Anas. Sedang bolehnya dilihat celak dan cincin, berarti boleh dilihatnya kedua tempatnya, yaitu muka dan kedua tapak tangan. Demikianlah apa yang ditegaskan oleh Said bin Jubair, 'Atha', Auza'i dan lain-lain. Sedang Aisyah, Qatadah dan lain-lain menisbatkan dua gelang termasuk perhiasan yang boleh dilihat. Dengan demikian, maka sebagian lengan ada yang dikecualikan. Tetapi tentang batasnya dari pergelangan sampai siku, masih diperselisihkan.

Di samping satu kelonggaran ini, ada juga yang mempersempit, misalnya: Abdullah bin Mas'ud dan Nakha'i. Kedua beliau ini menafsirkan perhiasan yang boleh tampak, yaitu selendang dan pakaian yang biasa tampak, yang tidak mungkin disembunyikan. Tetapi pendapat yang kami anggap lebih kuat (rajih), yaitu dibatasinya pengertian apa yang tampak itu pada wajah dan dua tapak tangan serta perhiasan yang biasa tampak dengan tidak ada maksud kesombongan dan berlebih-lebihan, seperti celak di mata dan cincin pada tangan. Begitulah seperti apa yang ditegaskan oleh sekelompok sahabat dan tabi'in.

Ini tidak sama dengan make-up dan cat-cat yang biasa dipakai oleh perempuan-perempuan zaman sekarang untuk mengecat pipi dan bibir serta kuku. Make-up ini semua termasuk berlebih-lebihan yang sangat tidak baik, yang tidak boleh dipakai kecuali di dalam rumah. Sebab perempuan-perempuan sekarang memakai itu semua di luar rumah, adalah untuk menarik perhatian laki-laki. Jadi jelas hukumnya adalah haram.

Sedang penafsiran apa yang tampak dengan pakaian dan selendang yang biasa di luar, tidak dapat diterima. Sebab itu termasuk hal yang lumrah (tabi'i) yang tidak bisa dibayangkan untuk dilarangnya sehingga perlu dikecualikan. Termasuk juga terbukanya perhiasan karena angin dan sebagainya yang boleh dianggap darurat. Sebab dalam keadaan darurat, bukan suatu yang dibuat-buat. Jadi baik dikecualikan ataupun tidak, sama saja. Sedang yang cepat diterima akal apa yang dimaksud istimewa (pengecualian) adalah suatu rukhsah (keringanan) dan justru untuk mengentengkan kepada perempuan dalam menampakkan sesuatu yang mungkin disembunyikan; dan ma'qul sekali (bisa diterima akal) kalau dia itu adalah muka dan dua tapak tangan.

Adanya kelonggaran pada muka dan dua taak tangan, adalah justru menutupi kedua anggota badan tersebut termasuk suatu hal yang cukup memberatkan perempuan, lebih-lebih kalau mereka perlu bepergian atau keluar yang sangat menghajatkan, misalnya dia orang yang tidak mampu. Dia perlu usaha untuk mencari nafkah buat anak anaknya, atau dia harus membantu suaminya. Mengharuskan perempuan supaya memakai cadar dan menutup kedua tangannya adalah termasuk menyakitkan dan menyusahkan perempuan.

Imam Qurthubi berkata: "Kalau menurut ghalibnya muka dan dua tapak tangan itu dinampakkan, baik menurut adat ataupun dalam ibadat, seperti waktu sembahyang dan haji, maka layak kiranya kalau pengecualian itu kembalinya kepada kedua anggota tersebut. Dalil yang kuat untuk pentafsiran ini ialah hadis riwayat Abu Daud dari jalan Aisyah r.a., bahwa Asma' binti Abubakar pernah masuk ke rumah Nabi s.a.w. dengan berpakaian tipis, kemudian Nabi memalingkan mukanya sambil ia berkata: "Hai Asma'! Sesungguhnya perempuan apabila sudah datang waktu haidhnya (sudah baligh) tidak patut dinampakkan badannya, kecuali ini dan ini -- sambil ia menunjuk muka dan dua tapak tangannya."

Sedang firman Allah yang mengatakan: "Katakanlah kepada orang-orang mu'min laki-laki supaya menundukkan pandangan" itu memberikan suatu isyarat, bahwa muka perempuan itu tidak tertutup. Seandainya seluruh tubuh perempuan itu tertutup termasuk mukanya, niscaya tidak ada perintah menundukkan sebagian pandangan, sebab di situ tidak ada yang perlu dilihat sehingga memerlukan menundukkan pandangan. Namun, kiranya sesempurna mungkin seorang muslimah harus bersungguh-sungguh untuk menyembunyikan perhiasannya, termasuk wajahnya itu sendiri kalau mungkin, demi menjaga meluasnya kerusakan dan banyaknya kefasikan di zaman kita sekarang ini. Lebih-lebih kalau perempuan tersebut mempunyai paras yang cantik yang sangat dikawatirkan akan menimbulkan fitnah.

b. Firman Allah: "Hendaknya mereka itu melabuhkan kudungnya sampai ke dadanya." (an-Nur: 31)
Pengertian khumur (kudung), yaitu semua alat yang dapat dipakai untuk menutup kepala. Sedang apa yang disebut juyub kata jama' (bentuk plural) dari kata jaibun, yaitu belahan dada yang terbuka, tidak tertutup oleh pakaian/baju. Setiap perempuan muslimah harus menutup kepalanya dengan kudung dan menutup belahan dadanya itu dengan apapun yang memungkinkan, termasuk juga lehernya, sehingga sedikitpun tempat-tempat yang membawa fitnah ini tidak terbuka yang memungkinkan dilihat oleh orang-orang yang suka beraksi dan iseng.

c. Firman Allah: "Dan hendaknya mereka itu tidak menampak-nampakkan perhiasannya terhadap suami atau ayahnya." (an-Nur: 31)
Pengarahan ini tertuju kepada perempuan-perempuan mu'minah, dimana mereka dilarang keras membuka atau menampakkan perhiasannya yang seharusnya disembunyikan, misalnya: perhiasan telinga (anting-anting), perhiasan rambut (tusuk); perhiasan leher (kalung), perhiasan dada (belahan dadanya) dan perhiasan kaki (betis dan gelang kaki). Semuanya ini tidak boleh dinampakkan kepada laki-laki lain. Mereka hanya boleh melihat muka dan kedua tapak tangan yang memang ada rukhsah untuk dinampakkan.

LARANGAN INI DIKECUALIKAN UNTUK 12 ORANG

1. Suami. Yakni si suami boleh melihat isterinya apapun ia suka. Ini ditegaskan juga oleh hadis Nabi yang mengatakan: "Peliharalah auratmu, kecuali terhadap isterimu."

2. Ayah. Termasuk juga datuk, baik dari pihak ayah ataupun ibu.

3. Ayah mertua. Karena mereka ini sudah dianggap sebagai ayah sendiri dalam hubungannya dengan isteri.

4. Anak-anak laki-lakinya. Termasuk juga cucu, baik dari anak laki-laki ataupun dari anak perempuan.

5. Anak-anaknya suami. Karena ada suatu keharusan untuk bergaul dengan mereka itu, ditambah lagi, bahwa si isteri waktu itu sudah menduduki sebagai ibu bagi anak-anak tersebut.

6. Saudara laki-laki, baik sekandung, sebapa atau seibu.

7. Keponakan. Karena mereka ini selamanya tidak boleh dikawin.

8. Sesama perempuan, baik yang ada kaitannya dengan nasab ataupun orang lain yang seagama. Sebab perempuan kafir tidak boleh melihat perhiasan perempuan muslimah, kecuali perhiasan yang boleh dilihat oleh laki-laki. Demikianlah menurut pendapat yang rajih.

9. Hamba sahaya. Sebab mereka ini oleh Islam dianggap sebagai anggota keluarga. Tetapi sebagian ulama ada yang berpendapat: Khusus buat hamba perempuan (amah), bukan hamba laki-laki.

10. Keponakan dari saudara perempuan. Karena mereka ini haram dikawin untuk selamanya.

11. Bujang/orang-orang yang ikut serumah yang tidak ada rasa bersyahwat. Mereka ini ialah buruh atau orang-orang yang ikut perempuan tersebut yang sudah tidak bersyahwat lagi karena masalah kondisi badan ataupun rasio. Jadi yang terpenting di sini ialah: adanya dua sifat, yaitu mengikut dan tidak bersyahwat.

12. Anak-anak kecil yang tidak mungkin bersyahwat ketika melihat aurat perempuan. Mereka ini ialah anak-anak yang masih belum merasa bersyahwat. Kalau kita perhatikan dari kalimat ini, anak-anak yang sudah bergelora syahwatnya, maka orang perempuan tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada mereka, sekalipun anak-anak tersebut masih belum baligh.

Dalam ayat ini tidak disebut-sebut masalah paman, baik dari pihak ayah ('aam) atau dari pihak ibu (khal), karena mereka ini sekedudukan dengan ayah, seperti yang diterangkan dalam hadis Nabi: "Pamannya seseorang adalah seperti ayahnya sendiri." (Riwayat Muslim)

BUAH DARI MENUNDUKKAN PANDANGAN

a. Menjadikan Pikiran Jernih.
Alam pikiran manusia tidak terjadi dengan sendirinya. Tidak pula ditentukan sewenang-wenang oleh Allah. Yang bisa membentuknya adalah si empunya pikiran sendiri, melalui pemrosesan data dan informasi dalam otak. Informasi itu masuk melalui panca indera. Apa yang dilihat, didengar, dicium, disentuh dan dirasa, semuanya akan terekam di dalam otak. Ada yang cepat hilang dan dilupakan, ada yang lekat sampai tua. Semakin banyak dan semakin sering data dimasukkan, semakin besar pula kemungkinannya untuk tertanam tajam dalam memori, lalu membentuk pola pikir seseorang.

Proses pembentukan pola pikir itu bisa berjalan walau tanpa dikehendaki pemiliknya sendiri. Karena itu sangat penting untuk memperhatikan apa-apa yang didengar dan dilihat demi menjamin kebersihan hati dan pikiran. Menjaga pandangan adalah salah satu sarananya.Pikiran yang jernih akan menghasilkan keputusan-keputusan yang sehat dan tepat. Tentunya ini akan sangat bermanfaat bagi semua pihak.

b. Mempertajam Hati Nurani.
Pola pikir yang telah terbentuk, lama-kelamaan akan mempengaruhi standar nurani seseorang. Hati bisa menjadi keras bila dalam kurun cukup lama tidak dilatih dekat dengan Allah lantaran pola pikirnya tidak mendukung. Proses perubahan suasana hati itupun bisa berjalan tanpa disadari.

Sebaliknya jika mata terjaga, begitu pula indera yang lain, hati pun ikut terjaga kebersihannya, sehingga hati terselubungi oleh cahaya keimanan dan terjauhkan dari kegelapan, seperti firman Allah, "Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lobang yang tak tembus yang di dalamnya ada pelita besar." (An-Nur: 35)

c. Senantiasa Dzikir Kepada Allah.
Pola pikir kotor yang mulai meracuni hati dapat diselamatkan jika seseorang masih mampu mengingat Allah banyak-banyak. Ini ibarat sebuah perang antara kebersihan hati yang didasarkan pada ingat kepada Allah dengan pola pikir kotor yang berdasarkan hawa nafsu. Dengan menundukkan pandangan, seseorang akan lebih mudah mengingat Allah sehingga memberinya kekuatan kepada hati untuk memerangi pengaruh negatif yang disodorkan pikiran kotor dan hawa nafsu. Telah berfirman Allah SWT dalam surat Al-Kahfi 28, ".... Janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya melewati batas."

d. Mencegah Sikap Liar.
Liar artinya tak bisa dikendalikan. Sikap ini gampang muncul bila tidak ada niatan dari yang bersangkutan untuk mengendalikan dirinya. Prosesnya bisa dimulai dari hal-hal sepele, misalnya mulai menganggap remeh perintah Allah. Kian lama kian berani melanggar larangan dan mengabaikan anjuran, hingga akhirnya keyakinanpun bisa goyah. Menjaga pandangan merupakan salah satu sarana latihan mengendalikan diri.

e. Melihat Dengan Fitrah Bashirah
Setiap orang memiliki bashirah yang dapat membedakan kebaikan dari keburukan. Apabila intuisi ini dipelihara, dirawat, dan dijaga maka ia akan berfungsi banyak bagi pemiliknya. Apalagi jika seseorang selalu menjaga pandangan matanya, sehingga dapat membersihkan hati maka intuisi bukan sekedar terpelihara melainkan terasah semakin tajam. Sebaliknya, jika intuisi tidak terpelihara gara-gara hati tidak bersih, maka ukuran benar salah menjadi rancu baginya. Fitrahnya rusak, sehingga hatinya lebih sulit diajak meniti jalan kebenaran.

LANGKAH -LANGKAH MENJAUHKAN DIRI DARI FITNAH AN-NAZHAR

Jauh empat belas abad yang lampau Rasulullah telah mengingatkan kita dengan sabdanya : "Tiada suatu fitnah (bencana) sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum pria selain daripada wanita." (Muttafaqun `Alaih).
Rasulullah juga bersabda:"Sesungguhnya dunia itu manis nan menawan, dan sesungguhnya Allah memberikan penguasaannya kepada kamu sekalian, kemudian Dia melihat apa yang kamu kerjakan. Maka berhati-hatilah kamu terhadap (godaan) dunia dan wanita, karena sesungguhnya sumber bencana Bani Israil adalah wanita." (H.R. Muslim)

1. Meyakini tentang perintah Allah berkenaan dengan perintah untuk menundukkan pandangan (ghadhdhul bashar) dan larangan melepaskan pandangan kepada hal-hal yang haram. Diantaranya firman Allah: "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. 24:30)

"Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi anak Adam mendapat bagian dari zina, tidak boleh tidak, zina kedua mata ialah memandang, zina lidah ialah perkataan, dan zina hati ialah keinginan dan syahwat, sedang faraj (kemaluan) saja yang menentukan benar ataau tidaknya dia berbuat zina." (Muattafaqun `Alaih)

Dari Jarir bin Abdillah z berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah mengenai "pandangan yang tiba-tiba", maka beliau bersabda :"Palingkan pandanganmu." ( H.R. Muslim dan Abu Daud, lafadz hadits Abu Daud) Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda:"Jangan kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya), pandangan pertama untukmu, dan tidak untuk yang pandangan kedua." ( H.R. Tirmidzi dan Abu Daud, Tirmidzi dan AlBani menilai hadits ini hasan.) Yang dimaksud dengan pandangan pertama adalah pandangan yang terlontar tanpa sengaja.

2. Berlindung kepada Allah dan berpaling dari fitnah nazhar ini, serta mengikat diri terhadap syahwat pandangan sebagai tindakan pencegahan untuk melindungi diri dari kejahatan fitnah tersebut. Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim : "Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua tersesat kecuali yang Aku beri hidayah (petunjuk), maka mintalah petunjuk itu dari-Ku niscaya kalian akan Ku tunjuki." Firman Allah : "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. 2:186)

Beliau berdoa :"Ya Allah, jadikanlah bagi kami dari rasa ketakutan kami terhadap-Mu sebagai dinding pemisah antara kami dengan kemaksiatan kepada-Mu." ( H.R. At-Tirmidzi dan Al Bani menilai hadits ini hasan.)

Beliau juga berdoa : "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari bahaya pendengaranku, penglihatanku, lidahku, hatiku dan maniku." (H.R. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Bani.)

3. Pada prinsipnya kita mengetahui dan menyadari, bahwa pada situasi dan kondisi bagaimana pun Anda tidak memiliki hak khiyar (pilihan) dalam perkara ini. Kita wajib menundukkan pandangan kita terhadap hal-hal yang diharamkan, di seluruh tempat, waktu dan kondisi. Tidak ada alasan bagi kita untuk ikut tergelincir pada kerusakan moral dan membebaskan diri dari kesalahan dengan adanya situasi dan kondisi yang merangsang kita melakukankan fitnah tersebut. Firman Allah :"Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS. 33:36)

4. Menghadirkan pengawasan Allah dan keluasan ilmu-Nya sehingga kita merasa takut dan malu kepada-Nya ketika ada kesempatan berbuat dosa. Firman Allah : "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (QS. 50:16) "Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati". (QS. 40:19) Rasulullah bersabda : "Saya wasiatkan kepadamu, hendaklah kamu malu (berbuat dosa) di hadapan Allah seperti kamu malu (berbuat dosa) di hadapan seorang yang shalih dari kaummu." H.R. Al Hasan bin Sufyan, Ahmad dalam kitab Az Zuhud dan dishahihkan oleh Al Bani.

5. Kita menyadari bahwa kedua mata kita akan menjadi saksi di Yaumil Hisab kelak atas apa yang kita lihat selama hidup di dunia. Firman Allah : "Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan." (QS. 41:20)

Dalam shahih Muslim dari Anas berkata:"Pada suatu hari kami sedang bersama-sama Rasulullah kemudian beliau tertawa, maka beliau bertanya : "Apakah kalian mengetahui apa yang menjadikan saya tertawa ?", kami menjawab : "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Rasulullah n bersabda : (Seorang hamba bertanya kepada Rabbnya : "Wahai Rabbku bukankah kamu berjanji untuk melindungiku dari tindakan kezhaliman, Allah l menjawab : "Benar". Kemudian hamba tersebut berkata : Saya tidak memperkenankan (perhitungan) atas diri saya kecuali dihadirkan saksi dari diriku sendiri". Allah berkata: "Cukuplah bagimu saksinya dirimu sendiri pada hari ini dan para Malaikat pencatat. Maka mulutnya terkunci dan diperintahkan kepada seluruh anggota tubuhnya untuk berbicara, maka anggota tubuhnya menceritakan seluruh perbuatannya, lalu orang tersebut dipersilahkan untuk berbicara,ia berkata: menjauhlah engkau (kepada anggota tubuhnya) selanjutnya ia berdebat dengannya." Dari sini telah menjadi jelas bahwa mata yang anda tundukkan dari hal-hal yang haram akan memberikan persaksian terhadap anda di hari Qiamat maka ikatlah ia dari hal-hal yang haram.

6. Mengingat eksistensi Malaikat yang bertugas mencatat segala perbuatan anda. Firman Allah :"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. 50:18)
"Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. 82:10-12)

7. Mengingat bahwa bumi yang kita pijak akan memberikan persaksian atas seluruh peristiwa kemaksiatan yang terjadi diatasnya. Allah l berfirman mengenai ihwal bumi pada Hari Qiamat kelak : "Pada hari itu bumi menceritakan beritanya." (QS. 99:4) Nabi menafsirkan ayat ini dengan sabdanya : "Akhbaaruhaa (beritanya) yaitu dengan bumi ini bersaksi atas setiap manusia dan umat terhadap setiap perbuatan yang dilakukannya di permukaan bumi, dengan berkata : (Dia melakukan ini dan begini, pada hari ini dan ini)". H.R. At Tirmidzi, dan berkata : "Hadits hasan shahih".

8. Ingatlah bahwa bidadari yang menyejukkan mata menunggu para penghuni surga, dari Abu Hurairah dari Nabi : "Setiap lelaki penduduk syurga memiliki dua istri dari bidadari yang cantik jelita, setiap bidadari memiliki 70 pakaian, tampak sumsum betisnya dari belakang daging.

Disarikan dari : Fitnah An-Nazhar wa `Ilajiha.

Tuesday, August 26, 2008

Akibat Berbuat Maksiat

“Seorang mukmin jika berbuat satu dosa, maka ternodalah hatinya dengan senoktah warna hitam. Jika dia bertobat dan beristighfar, hatinya akan kembali putih bersih. Jika ditambah dengan dosa lain, noktah itu pun bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat yang disebut-sebut Allah dalam ayat,“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.\" (HR Tarmidzi)

Perbuatan Maksiat Dalam Al-Qur'an Allah swt berfirman yang artinya : "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada ku" (QS.51:56) Disana Allah swt menegaskan kepada manusia, bahwa maksud dari penciptaan manusia dan jin adalah hanya untuk beribadah kepada Allah swt, lain tidak. Dalam rangka menunaikan tugas ibadah tersebut, manusia diperintahkan untuk taat dan tunduk kepada semua perintah Allah swt, baik yang langsung Allah swt firmankan dalam Al-Qur'an, maupun yang disampaikan melalui sabda Rasulullah saw.

Oleh sebab itulah di dunia ini hanya terdapat 2 golongan manusia. Golongan pertama adalah mereka yang selalu taat pada segala perintah Allah swt dan sunnah Rasulullah saw. Sedangkan golongan kedua adalah mereka yang ingkar kepada 2 hal tersebut. Perbuatan ingkar itulah yang disebut dengan maksiat dan setiap perbuatan maksiat itu adalah dosa.

Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziah mengatakan, bahwa orang-orang bodoh mengandalkan rahmat dan ampunan Allah swt sehingga mereka mengabaikan perintah dan larangan-Nya serta lupa dengan azab-Nya yang pedih dan tak mungkin dicegah. Barangsiapa yang mengandalkan ampunanNya tetapi tetap berbuat dosa, dia sama dengan orang-orang yang membangkang.


Nasib Para Pelaku Maksiat

Al-Qur'an telah banyak menceritakan berbagai kejadian dan bahaya yang ditimbulkan dari perbuatan maksiat. Cerita tersebut bukanlah sesuatu yang dibuat-buat atau lamunan, apalagi cerita bohong untuk sekedar menakut-nakuti manusia, namun ia benar-benar terjadi dan menjadi tragedi bagi umat manusia.

Diantaranya adalah banjir besar yang mencapai puncak gunung pada masa nabi Nuh as yang menjadikan penghuni bumi karam tenggelam, angin puting beliung yang berhembus keras membanting kaum ‘Ad hingga semua mati bagaikan pelepah kurma yang berguguran, guntur dahsyat yang mematikan kaum Tsamud, hujan batu di negri Sodom pada kaum nabi Luth yang membinasakan semua penghuninya, awan azab berupa mega naungan yang ketika turun bagaikan api yang membakar kaum Syu'aib, tenggelamnya Fir'aun dan kaumnya di sungai Nil, pekik keras yang menghancurkan orang-orang yang digambarkan dalam surat Yasin.

Sekali lagi, semua kisah tersebut benar terjadi. Dan penyebab turunnya azab Allah swt tersebut tidak lain adalah perbuatan dosa dan maksiat sehingga semua menjadi pelajaran bagi umat manusia hingga hari kiamat. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah Rasulullah saw bersabda : "Wahai segenap Muhajirin, ada lima hal yang membuat aku berlindung kepada Allah swt dan aku berharap kalian tidak mendapatkannya. Pertama, tidaklah perbuatan zina tampak pada suatu kaum sehingga mereka akan tertimpa bencana wabah dan penyakit yang tidak pernah ditimpakan kepada orang-orang sebelum mereka. Kedua, tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan melainkan mereka akan tertimpa paceklik, masalah ekonomi dan kedurjanaan penguasa. Ketiga, tidaklah suatu kaum menolak membayar zakat melainkan mereka akam mengalami kemarau panjang. Sekiranya tidak karena binatang, niscaya mereka tidak akan diberi hujan. Keempat, tidaklah suatu kaum melakukan tipuan (ingkar janji) melainkan akan Allah swt utus kepada mereka musuh yang akan mengambil sebagian yang mereka miliki. Kelima, tidaklah para imam (pemimpin) mereka meninggalkan (tidak mengamalkan Al-Qur'an) melainkan akan Allah swt jadikan permusuhan antar mereka."

Rasulullah saw juga bersabda : "Jika engkau dapati Allah Azza wa Jalla memberikan limpahan kekayaan kepada seorang hamba padahal hamba itu tetap berada di dalam kemaksiatan, maka tak lain hal itu merupakan penundaan tindakan dari Nya" (HR Ahmad)

Selanjutnya beliau (Rasulullah saw) membaca ayat yang artinya : „Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." (QS Al-An'aam : 44)

Imam Ahmad meriwayatkan, Abi Rafi' bercerita bahwa Rasulullah saw pernah melewati pekuburan Baqi. Lalu beliau berkata, "Kotorlah engkau, cis ... !" Aku menyangka kiranya beliau maksudkan diriku. Beliau bertutur, „Tidak, cuma inilah kuburan si fulan yang pernah kuutus untuk memungut zakat pada bani fulan lalu dia mencuri baju wol dan kini dia sedang dipakaikan baju yang serupa dari api neraka.

Dalam shahih Muslim dikatakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : "Penduduk yang di dunia begelimang kesenangan sementara dia itu termasuk ahli neraka dihadirkan pada hari kiamat untuk kemudian dicelup dengan celupan neraka. Kemudian kepada mereka dikatakan, „Hai ibnu Adam, adakah kau lihat kebaikan ?" Dia menjawab, "Wallahi, tidak ya Rabbi !" Dan manusia yang di dunia paling sengsara hidupnya sementara dia itu calon penghuni surga akan dicelup dengan celupan surga. Lalu kepada mereka akan dikatakan, "Hai ibnu Adam, adakah kau peroleh kesengsaraan? Adakah kau temui kegetiran?" Dia menjawab, "Tidak, demi Allah ya Rabbi, tidak kudapati sama sekali.""

Sedangkan dalam shahih Muslim Rasulullah saw pernah bersabda tentang 3 golongan manusia yang pertama diadili di hari akhir. Golongan pertama adalah mereka yang mati syahid. Diantara mereka wajahnya tersungkur dan diseret ke neraka karena ternyata perang yang telah dilakukannya semata-mata hanya agar disebut pahlawan. Golongan kedua adalah orang yang sering membaca Al-Qur'an, rajin menuntut ilmu dan senantiasa mengamalkan pengetahuannya. Namun ternyata mereka juga tersungkur dan diseret ke dalam nereka. Mengapa ? Karena ternyata mereka hanya ingin mendapat gelar sebagai orang alim dan pintar. Golongan ketiga adalah seorang laki-laki yang seluruh kekayaannya dia korbankan. Tetapi nasibnya sama dengan kedua golongan sebelumya, ia tersungkur dan diseret ke neraka, karena ia melakukan itu agar dikatakan dermawan.

Masih banyak ayat-ayat Al-Qur'an maupun sabda Rasul yang menggambarkan akan bencana apa yang dialami oleh orang yang berbuat maksiat. Namun cukuplah kiranya beberapa ayat, hadits dan kisah diatas menjadi pelajaran bagi kita untuk bisa diambil hikmah dan membuat kita lari dari perbuatan maksiat.

Thursday, August 21, 2008

Renungkan sebelum bermaksiat




Ada seorang laki-laki mendatangi Ibrahim bin Adham, ia berkata, “Wahai Imam, saya ingin bertaubat dan meninggalkan seluruh dosa yang saya miliki. Jika suatu saat saya kembali melakukannya, tunjukkanlah padaku terapi yang dapat menghindarkan aku bermaksiat kepada Allah.”

Apakah Anda ingin seperti itu? Siapakah di antara kita yang tidak menginginkan bertaubat kepada Allah dan membuang seluruh dosa sejauh-jauhnya? Perhatikan dan camkanlah nasihat Ibrahim bin Adham secara sungguh-sungguh!

Ibrahim bin Adham berkata, “Jika Anda ingin bermaksiat kepada Allah, maka jangan melakukannya di atas bumi-Nya!” Maka laki-laki itu bertanya, “Dimanakah saya dapat bermaksiat terhadap-Nya?” “Di luar bumi-Nya.” Jawab Ibrahim bin Adham. “Wahai imam, bagaimana hal itu dapat terjadi, sedangkan bola bumi ini dalam genggaman-Nya?” Tanya lelaki tersebut. “Tidakkah malu bahwa bola bumi dalam genggaman-Nya?” Jawab Ibnu Adham.

Kemudian Ibrahim bin Adham berkata, “Jika Anda ingin bermaksiat kepada-Nya, maka janganlah engkau memakan rezeki-Nya!”

Lalu, lelaki itu bertanya, “Maka, bagaimanakah saya dapat hidup?” Ibrahim berkata, “Tidakkah Anda malu memakan rezeki-Nya sedangkan Anda bermaksiat kepada Allah?” Kemudian Ibrahim melanjutkan perkataannya, “Jika Anda bersikeras bermaksiat kepada Allah, maka bermaksiatlah di suatu tempat yang Ia tidak melihatmu!”

Laki-laki itu bertanya, “Bagaimana bisa seperti itu, sedangkan Ia selalu bersama kita, di manapun kita berada?” Ibrahim bin Adham menjawab, “Tidakkah Anda malu bermaksiat kepadanya sedangkan Dia lebih dekat denganmu?”

Jika Anda tetap bersikeras bermaksiat kepada Allah, maka jika malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya, “Tunggulah sebentar sampai aku bertaubat!” kata Ibrahim bin Adham. “Lantas, siapa yang memiliki kekuasaan menunda kematian seperti itu?” tanya lelaki itu.

Ibrahim berkata, “Tidakkah engkau malu, saat datang malaikat maut sedangkan engkau dalam keadaan bermaksiat?”

Kemudian ia melanjutkan perkataannya, “Jika Anda engggan menghentikan perbuatan maksiat kepada Allah, tiba-tiba datang para malaikat Zabaniah Jahannam menyeret Anda masuk neraka, maka katakan kepada mereka, bahwa Anda tidak ingin pergi bersama mereka!”

“Bagaimana mungkin, saya bisa seperti itu?” tanya laki-laki tersebut.

Akhirnya Ibrahim bin Adham mengakhiri nasihatnya dengan mengatakan, “Tidakkah Anda malu kepada Allah setelah mengetahui seluruh penjelasan ini!”

Sekarang, bacalah sekali lagi dan gantilah laki-laki tersebut dengan nama Anda... ya Anda sendiri. Setelah Anda selesai membacanya, lontarkanlah satu soal kepada diri Anda, “Tidakkah aku malu kepada Allah SWT?”

Lihatlah pada kasih sayang Allah dan malulah kepada-Nya. Tidakkah Anda malu setelah penjelasan ini, jika Anda tetap bersikeras bermaksiat kepada Allah SWT maka masih ada satu lagi, lihatlah pada rahmat Allah yang diberikan untuk Anda agar mempunyai rasa malu dan lihat pula akan curahan kasih sayang-Nya dan suka cita-Nya kepada siri Anda.


Semulia Akhlak Nabi - Amru Khalid


Posted by Abu Luthfi on Aug 20, '08 6:36 PM for group islammenjawab

Thursday, July 3, 2008

Kematian adalah hadiah yang sangat berharga...??




“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran (3): 185)

Rasulullah SAW bersabda, “Kematian adalah hadiah yang sangat berharga bagi orang yang beriman.” (HR. Hakim dan Thabrani) Ini beliau katakana karena “dunia adalah penjara bagi orang yang beriman,” (HR. Muslim) yang dia terus-menerus berada dalam situasi dan kondisi sulit yang akan menyiksa jiwanya, dan juga karena perjuangannya maupun penolakanya terhadap hawa nafsunya sendiri. Baginya, kematian adalah keterbebasan dari siksaan ini dan hal ini menjadi “hadiah yang tak ternilai”.

Tuesday, July 1, 2008

Kenapa kita masih mengerjakan ma’siat?? (3)

Faktor ke 2 masih mengerjakan maksiat ialah..

" Sukar meninggalkan kesedapan dan keinginan dan ubatnya bahawa berfikir ia bhawasnya jika doktor yg kafir menyebut baginya akan air sejuk pantang bagi penyakitnya dan boleh memberi mudharat oleh air sejuk itu akan dia nescaya meninggalkan ia akan air sejuk itu, sekalipun bersangatan ingin ia kepadanya. maka hendaklah mengetahui ia akan bahawasanya Allah taala dan RasulNya lebih benar dari doktor itu. Dan siksa api neraka lebih pedih daripada mudharat kesakitan yang disebabkan air sejuk itu. Dan menetapkan ia dalam hatinya akan bahawasanya apabila sukar atasnya meninggalkan kesedapan dan keinginan pada masa yang sedikit, maka betapa tiada sukar atasnya menanggung siksa api neraka dan atas luputnya nikmat syurga?"

Musannif membawa analogi, bagi urusan dunia contohnya sakit kita sanggup berpantang dengan meninggalkan keni'matan makan minum dsbg bagi mengelakkan penyakit yang bakal diterima dan kita amat yakin dengan doktor yang merawat kita sedangkan urusan akhirat kita tidak yakin dengan pesanan Rasulullah agar meninggalkan perkara maksiat yang mana kita akan mendapatkan implikasi yang teramat berat, iaitu siksaan api neraka..

Firman Allah "dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan. Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu. Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah. surah infithar 14-19..

dalam ayat lain " Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai. lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pambalasan yang setimpal." surah Naba' 21-26.

Oleh itu marilah kita meninggalkan kesedapan yang sementara ini (maksiat), Moga kita terlepas dari siksaan api neraka dan dikurniakan Allah nikmat syurga... Amin

Thursday, June 26, 2008

Malam PerTaMa..

Satu hal sebagai bahan renungan kita...

Untuk merenungkan indahnya malam pertama..uhu

Tapi bukan malam penuh kenikmatan duniawiah semata..

Bukan malam pertama masuk ke kisah Adam dan Hawa..

Justeru malam pertama 'perkawinan' kita dengan Sang Maut

Sebuah malam yang meninggalkan isak tangis sanak saudara

Hari itu...

mempelai sangat dimanjakan

Mandipun...harus dimandikan

Seluruh badan kita terbuka....

Tak ada sehelai benang pun menutupinya..

Tak ada sedikitpun rasa malu...

Seluruh badan digosok dan dibersihkan

Kotoran dari lubang hidung dan anus dikeluarkan..

Bahkan lubang ? lubang itupun ditutupi kapas putih...

Itulah diri kita....

Itulah jasad kita waktu itu

Setelah dimandikan...,

Kitapun akan dipakaikan gaun yang cantik berwarna putih

Kain itu ...

jarang orang memakainya..

Karena barang ini sangat terkenal

iaitu 'Kafan'

Wangian ditaburkan ke baju kita...

Dibahagian kepala..,badan..., dan kaki diikatkan

Tataplah....tataplah...

itulah wajah kita

Keranda pelaminan...

langsung disiapkan

Pengantin bersanding sendirian...

Mempelai di arak keliling kampung bertandukan tetangga

Menuju istana keabadian sebagai simbol asal usul kita

Diiringi langkah perlahan seluruh keluarga

Serta rasa haru para handai taulan

Gamelan syahdu bersyairkan adzan dan kalimah kudus

Akad nikahnya bacaan talkin...

Berwalikan liang lahat..

Saksi - saksinya nisan-nisan..

yang tlah tiba duluan

adalah

Siraman air mawar..

pengantar akhir kerinduan dan akhirnya.....

Tiba masa pengantin..

Menunggu dan ditinggal sendirian...

Untuk mempertanggungjawabkan seluruh langkah kehidupan

Malam pertama bersama 'kekasih'..

Ditemani rayap - rayap dan cacing tanah

Di kamar bertilamkan tanah..

Dan ketika 7 langkah telah pergi....

Kitapun akan ditanyai oleh sang Malaikat...

Kita tak tahu apakah akan memperoleh Nikmat Kubur...

Ataukah kita kan memperoleh Siksa Kubur.....

Kita tak tahu...dan

tak seorangpun yang tahu....

Tapi anehnya kita tak pernah rasa ketakutan....

Padahal nikmat atau siksa yang akan kita terima..

Kita pasti menitiskan air mata...

Seolah barang berharga yang sangat mahal...

Inilah masa menunggu sebelum tibanya hari akhir dari segala-galanya..

Akankah sejak malam ini kita menunggu untuk ke surga atau ke neraka..

Mungkin tak pantas kita rasanya menjadi ahli syurga...

Tapi....tapi ....

sanggupkah kita menjadi ahli neraka...

Wahai Sahabat...

ku mohon maaf...

jika malam itu aku tak menemanimu

Bukan aku tak setia...

Bukan aku berkhianat....

Tapi itulah komitmen azali tentang hidup dan kehidupan

Rasa sayangku padamu lebih dari apa yang kau duga..


Bersamalah kita berdo'a...
semoga kita bisa dapat khusnul khotimah sehingga jadi ahli syurga.
Amien....

Wednesday, June 25, 2008

MENJAGA PANDANGAN MATA ADALAH KEBAHAGIAN


Ibn al-Qayyim al- Jaujiyyah menyebutkan bahawa antara manfaat menjaga pandangan mata adalah menjadikan hati sentiasa bahagia dan gembira melebihi kenikmatan dan kebahagiaan yang diperoleh penglihatan itu sendiri. Ini kerana seseorang mampu menakluki syaitan dengan melawan kehendak diri dan kehendak hawa nafsunya.


Jika seseorang mampu menahan kelazatan penglihatan dan memenjarakan syawatnya hanya kerana ALLAH yang di situ merupakan letaknya kebahagiaan nafsu yang sentiasa menyuruh kejahatan, nescaya ALLAH akan menggantikannya dengan kebahagiaan dan kenikmatan yang lebih sempurna. Perlu diketahui bahawa kenikmatan sifat iffah ( pengekangan hawa nafsu ) melebihi kenikmatan dosa.

-copy internet-

Tuesday, June 17, 2008

Tazkirah: Kelebihan mengingati mati

Assalamualaikum dan salam persaudaraan,



Setiap makhluk yang hidup pasti akan mati, sesungguhnya kematian tetap akan menjemput insan untuk kembali kepada penciptanya. Sekuat manapun kita lari, sejauh manapun kita cuba hindari, namun kematian akan tetap mengekori kita.

Sampai waktu dan ketikanya, kita tetap akan pergi jua. Betapa kerapnya malaikat maut melihat dan merenung wajah seseorang, iaitu dalam masa 24 jam sebanyak 70 kali, andainya manusia sedar hakikat tersebut, nescaya dia tidak akan lalai mengingati mati. Tetapi oleh kerana malaikat maut adalah makhluk ghaib, manusia tidak dapat melihat kehadirannya. Sebab itu manusia tidak menyedari apa yang dilakukan oleh Malaikat Izrail.

Sebenarnya manusia itu sedar bahawa setiap makhluk yang hidup pasti akan mati, tetapi manusia menilai kematian dengan berbagai tanggapan. Ada yang menganggap kematian itu adalah suatu tabii biasa sebagai pendapat golongan atheist, dan tidak kurang pula orang yang mengaitkan kematian itu dengan sebab-sebabnya yang zahir sahaja.

Dia mengambil logik bahawa banyak kematian disebabkan oleh sesuatu tragedi, seperti diakibatkan oleh peperangan, bencana alam dan lain-lain lagi. Tidak ramai manusia yang mengaitkan kematian itu dengan kehadiran malaikat maut yang datang tepat pada saat ajal seseorang sudah sampai, sedangkan malaikat maut sentiasa berlegar di sekeliling manusia, mengenal pasti dan memerhatikan orang-orang yang tempoh hayatnya sudah tamat.

Tepat pada waktu

Sesungguhnya malaikat maut menjalankan arahan Allah SWT dengan tepat dan sempurna, dia tidak diutus hanya untuk mencabut roh orang sakit sahaja, ataupun roh orang yang mendapat kecelakaan dan malapetaka. Jika Allah menetapkan kematian seseorang ketika berlaku kemalangan, atau ketika diserang sakit tenat, maka Izrail mencabut roh orang itu ketika kejadian tersebut. Namun ajal tidak mengenal orang yang sihat, ataupun orang-orang mewah, yang sedang hidup rehat dibuat kesenangan.

Malaikat maut datang tepat pada waktunya, tanpa mengira orang itu sedang ketawa riang, atau sedang mengerang kesakitan. Bila ajal mereka sudah tiba, maka kematiannya tidak tertangguh walau sesaatpun.

Walau bagaimanapun ada ketikanya Allah jadikan pelbagai sebab bagi sesuatu kematian, yang demikian itu ada hikmah di sebaliknya. Misalnya sakit tenat yang ditanggung berbulan-bulan oleh seseorang, ia akan menjadi Rahmat bagi orang beriman dan sabar, kerana Allah memberi peluang dan menyedarkan manusia agar dia mengingati mati, untuk itu dia menggunakan masa atau usia yang ada untuk berbuat sesuatu, membetulkan dan bertaubat dari dosa dan kesilapan serta memperbaiki amalan untuk menambah bekalan untuk akhirat, jangan sampai menjadi seorang yang muflis di akhirat kelak. Begitu juga orang yang mati mengejut disebabkan kemalangan, ia menjadi pengajaran dan memberi peringatan kepada orang yang masih hidup supaya mereka sentiasa waspada dan tidak lalai dari usaha memperbaiki diri, menambah amal kebajikan dan meninggalkan segala kejahatan.

Di kalangan orang soleh, sakit yang ditimpakan kepada dirinya adalah sebagai tanda bahawa Allah masih menyayanginya. Kerana betapa malangnya bagi pandangan orang-orang soleh itu jika Allah mengambil roh dengan tiba-tiba, tanpa sebarang amaran terlebih dahulu. Seolah-olah Allah sedang murka terhadap dirinya, sebab itulah Allah tidak beri amaran terlebih dahulu kepadanya. Keadaan orang itu ibarat seperti tidak menyedari adanya bahaya di hadapannya, jika tiada amaran terlebih dahulu, nescaya dia akan terjerumus ke lembah bahaya.

Malaikat maut mengadu kepada Allah, betapa dirinya tidak disenangi oleh keturunan Adam, dia mungkin dicemuh kerana dia ditugaskan mencabut roh manusia, yang akan menyebabkan orang berdukacita kerana kehilangan keluarga, sanak-saudara dan orang-orang yang tersayang di kalangan mereka. Diriwayatkan bahawa Allah SWT berjanji akan menjadikan berbagai sebab kepada kematian yang akan dilalui oleh keturunan Adam, sehingga keturunan Adam itu akan memikirkan dan mengaitkan kematian itu dengan sebab-sebab yang dialami oleh mereka.

Ajal ketetapan Allah SWT

Apabila berlaku kematian, mereka akan berkata bahawa si anu itu mati kerana menghidap sakit, ataupun mereka kerana mendapat kemalangan, mereka akan terlupa mengaitkan malaikat maut dengan kematian yang berlaku itu. Namun hakikatnya bahawa ajal itu adalah ketetapan Allah, yang telah termaktub sejak azali lagi. Semuanya telah nyata di dalam takdir Allah, bahawa kematian pasti tiba pada saat yang telah ditetapkan. Izrail hanyalah tentera Allah yang menjalankan tugas seperti yang telah diamanahkan kepadanya. Walau bagaimanapun adalah menjadi hak Allah untuk menentukan kematian seseorang itu sama ada bersebab atau tidak. Sebagaimana yang dinyatakan pada awal tulisan ini, bahawa ada ketikanya malaikat maut datang hendak mencabut roh seseorang, tetapi manusia yang dikunjungi malaikat maut sedang dalam keadaan seronok bergelak ketawa, hingga malaikat maut merasa hairan terhadap manusia itu.

Ini membuktikan bahawa kematian itu tidak pernah mengenal, sama ada seseorang yang sedang sakit ataupun ketika sihat dan segar bugar. Firman Allah SWT yang bermaksud, "Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (ajal), maka apabila telah datang waktunya (ajalnya) mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) mencepatkannya. " (Surah Al-A'raaf, ayat 34).

Semoga kita semua tergolong dalam golongan orang yang mendapat perlindungan- Nya selalu. Amin.

Sumber: Mohd Huzairi Zainuddin, Perunding Motivasi

Monday, June 16, 2008

Kenapa kita masih mengerjakan ma’siat?? (2)

1. Bahawasanya siksa yang dijanjikan itu bertangguh dan tabiat manusia itu bermudah2 ia dgn brg yg tiada tunai maka ubatnya bahawa berfikir dia supaya mengetahui bagi tiap2 barang yang akan datang itu hampir ia. Dan yang jauh itu barang yang tiada datang seperti yang telah lalu. Dan bahawasanya mati itu lebih hampir ia kepada seorang drp tali sepatunya. Dan tiada mengetahui ia adakah hari ini akhir umurnya, seperti kerja di sawah kerana takut ketiadaan makanan pada tahun hadapan. Maka seperti menanggung ia akan penat bekerja kerana hendak melepaskan lapar tahun di muka seperti itu menyegerakan ia akan taubat kerana melepaskan siksa pada masa akan datang. Kerana lapar itu bertangguh juga, dan siska api neraka lebih pedih dari lapar itu.

Penulis mengatakan faktor pertama kita tetap melakukan ma'siat adalah sbb kita merasakan bahwa azab neraka adalah masih lambat.. Untuk mengelakkan perkara itu.. penulis mengajurkan akan mengingati mati kerana mati itu adalah tersangat hampir dengan kita.. penulis juga mengambil analogi.. Untuk urusan dunia kita akan berkerja bersungguh2 untuk menjamin kebahagian di masa mendatang.. Apatah lagi akhirat yang merupakan destinasi terakhir kita.. Maka kita perlu berusaha bersungguh2 didunia ini bagi menjamin kesenangan di akhirat... Ingatlah dunia adalah persinggahan... "Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." sural al a'la 17

Kenapa kita masih mengerjakan ma’siat?? (1)


Ingatan pada diri yang lupa...


Firman Allah...

"Belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang yang fasik (Qs 57: 16).


Sedar x sedar.. hari demi hari manusia semakin jauh daripada jalan yang sebenar.. Tak kurang jgk yg menjerumuskan diri mereka ke dalam kebinasaan.. Tidak dapat tidak hanya dgn iman yang teguh dapat mengekalkan kita di jalanNya... pun begitu disebabkan byknya godaan syaitan.. ditambah pula keadaan masyarkat skrg menyebabkan ramai yg gagal dengan ujian Allah.. Syaitan sentiasa mencari jalan agar kita terpedaya.. Antara helahnya untuk menipu manusia.. “Alah.. kau masih muda lg.. kalau kau matipun, lama2 akan masuk syurga jgk sbb kau orang Islam”.. Bahkan ada pula terdengar golongan yang berani mempermainkan hari pembalasan.. "Kalu semua masuk syurga..siapa nak masuk neraka".. Astghfirullah... Mrk lupa perjalanan akhirat yang dashyat bg org2 yg berdosa.. kalau terkena api di dunia, walau seminit pun tak mampu..inikan pula hari akhirat dibakar dgn api neraka hingga beribu2 tahun lamanya...

Seharusnya kita perlu menginsafi keadaan kita sekarang dengan banyak bermuhasabah dan bertaubat kepadanya.. Namun persoalannya adakah kita benar2 telah bertaubat.. iaitu taubat nasuha yakni yg dpt memberi peringatn kpd kita seterusnya mengelakkan daripada kemaksiatan.. Di sini saya berkongsi petikan Kitab Penawar bg Hati karangan Abdul Qadir bin Abdul Muthalib al Indunesia al Mandili.. Bahagian pada menyatakan israr yakni tetap mengerjakan ma’siat...Mg penerangan ini dapat memberi manfaat kepada kita...dan mematahkan helah2 daripada syaitan laknatullah dan juga nafsu ammarah yg sentiasa mengajak ke arah kejahatan... Sama2 la kita hayatinya mutiara2 yang bernilai dgn pandangan mata basirah...

“ Dan ketahui olehmu bahawasanaya yang menegahkan daripada taubat itu israr ertinya tetap mengerjakan maksiat. Dan adalah sebab bg israr itu ada lima perkara:

  1. bahawasanya siksa yang dijanjikan itu bertangguh...
  2. Sukar meninggalkan kesedapan dan keinginan...
  3. Menangguh ia taubat sehari lepas sehari…
  4. Bahawa menjanji ia akan dirinya dengan kemurahan Allah…”

To be continued…

SANTAI...